1
Ruang lingkup
Tata cara ini meliputi
persyaratan-persyaratan umum serta ketentuan teknis perencanaan dan pelaksanaan
struktur beton untuk bangunan gedung atau stuktur bangunan lain yang mempunyai
kesamaan karakter dengan struktur bangunan gedung.
2
Acuan normatif
SK SNI S-05-1989-F, Standar spesifikasi bahan bangunan bagian B (bahan
bangunan dari besi/baja).
SNI 03
2492 1991, Metode pengambilan benda uji
beton inti
SNI 03-1726-1989, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.
SNI 03-1727-1989-F, Tata
cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.
SNI 03-1974-1990, Metode
pengujian kuat tekan beton.
SNI 03-2458-1991, Metode
pengujian pengambilan contoh untuk campuran beton segar.
SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.
SNI 03-2492-1991, Metode
pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium.
SNI
03-2496-1991, Spesifikasi bahan tambahan
pembentuk gelembung untuk beton.
SNI
03-2834-1992, Tata cara pembuatan rencana
campuran beton normal.
SNI
03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat
tekan beton inti pemboran.
SNI 03-3403-1994, Metode
pengujian kuat tekan beton inti.
SNI 03-4433-1997, Spesifikasi
beton siap pakai.
SNI 03-4810-1998, Metode
pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan.
SNI 07-0052-1987, Baja
kanal bertepi bulat canai panas, mutu dan cara uji.
SNI
07-0068-1987, Pipa baja karbon untuk
konstruksi umum, mutu dan cara uji.
SNI
07-0722-1989, Baja canai panas untuk
konstruksi umum.
SNI
07-3014-1992, Baja untuk keperluan
rekayasa umum.
SNI
07-3015-1992, Baja canai panas untuk
konstruksi dengan pengelasan.
SNI
15-2049-1994, Semen portland.
ANSI/AWS
D1.4, Tata cara pengelasan – Baja tulangan.
ASTM A 184M, Standar
spesifikasi untuk anyaman batang baja ulir yang difabrikasi untuk tulangan
beton bertulang.
ASTM A
185, Standar spesifikasi untuk serat baja
polos untuk beton bertulang.
ASTM A 242M, Standar
spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu tinggi.
ASTM A
36M-94, Standar spesifikasi untuk baja
karbon stuktural.
ASTM A 416M, Standar
spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang.
ASTM A
421, Standar spesifikasi untuk kawat baja
penulangan - Tegangan tanpa pelapis untuk beton prategang.
ASTM A
496-94, Standar spesifikasi untuk kawat
baja untuk beton bertulang.
ASTM A
497-94a, Standar spesifikasi untuk jaring
kawat las ulir untuk beton bertulang.
ASTM A
500, Standar spesifikasi untuk las
bentukan dingin dan konstruksi pipa baja karbon tanpa sambungan.
ASTM A
501-93, Standar spesifikasi untuk las
canai-panas dan dan pipa baja karbon struktural tanpa sambungan.
ASTM A
53, Standar spesifikasi untuk pipa, baja,
hitam dan pencelupan panas, zinc pelapis las dan tanpa sambungan.
ASTM A 572M, Standar
spesifikasi untuk baja struktural mutu tinggi campuran columbium-vanadium.
ASTM A 588M, Standar
spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu tinggi dengan kuat leleh minimum 345 MPa pada ketebalan 100 mm.
ASTM A
615M, Standar spesifikasi untuk tulangan
baja ulir dan polos gilas untuk beton bertulang
ASTM A
616M-96a, Standar spesifikasi untuk rel
baja ulir dan polos untuk, bertulang termasuk
keperluan tambahan S1.
ASTM A
617M, Standar spesifikasi untuk serat
baja ulir dan polos untuk beton bertulang.
ASTM A
645M-96a, Standar spesifikasi untuk baja
gilas ulir and polos - Tulangan baja untuk beton bertulang.
ASTM A 706M, Standar
spesifikasi untuk baja ulir dan polos paduan rendah mutu tinggi untuk beton
prategang.
ASTM A 722,
Standar spesifikasi untuk baja tulangan
mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang.
ASTM A
767M-90, Standar spesifikasi untuk baja
dengan pelapis seng (galvanis) untuk beton bertulang.
ASTM A
775M-94d, Standar spesifikasi untuk tulangan baja berlapis
epoksi.
ASTM A 82, Standar
spesifikasi untuk kawat tulangan polos untuk penulangan beton.
ASTM A
82-94, Standar spesifikasi untuk jaringan
kawat baja untuk beton bertulang.
ASTM A 884M, Standar
spesifikasi untuk kawat baja dan jaring kawat las berlapis epoksi untuk
tulangan.
ASTM A 934M, Standar
spesifikasi untuk lapisan epoksi pada baja tulangan yang diprefabrikasi.
ASTM C
1017, Standar spesifikasi untuk bahan
tambahan kimiawi untuk menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi.
ASTM C 109, Metode
uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis.
ASTM C
109-93, Standar metode uji kuat tekan mortar semen hidrolis
(menggunakan benda uji kubus 50 mm).
ASTM C
1240, Standar spesifikasi untuk silica
fume untuk digunakan pada beton dan mortar semen-hidrolis.
ASTM C
31-91, Standar praktis untuk pembuatan
dan pemeliharaan benda uji beton di lapangan.
ASTM C 33, Standar
spesifikasi agregat untuk beton.
ASTM C
33-93, Standar spesifikasi untuk agregat
beton.
ASTM C
39-93a, Standar metode uji untuk kuat
tekan benda uji silinder beton.
ASTM C
42-90, Standar metode pengambilan dan uji
beton inti dan pemotongan balok beton.
ASTM C 494,
Standar spesifikasi bahan tambahan
kimiawi untuk beton.
ASTM C 595, Standar
spesifikasi semen blended hidrolis.
ASTM C 618,
Standar spesifikasi untuk abu terbang dan
pozzolan alami murni atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan
mineral pada beton semen portland.
ASTM C 685, Standar spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran volume
dan pencampuran menerus.
ASTM C 845, Standar
spesifikasi semen hidrolis ekspansif.
ASTM C
94-94, Standar spesifikasi untuk beton jadi.
ASTM C 989,
Standar spesifikasi untuk kerak tungku
pijar yang diperhalus untuk digunakan pada beton dan mortar.
3 Istilah dan definisi
3.1
adukan
campuran antara
agregat halus dan semen portland atau
jenis semen hidraulik yang lain dan air
3.2
agregat
material granular,
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau
adukan semen hidraulik
3.3
agregat halus
pasir alam sebagai
hasil disintegrasi 'alami' batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm
3.4
agregat kasar
kerikil sebagai
hasil disintegrasi 'alami' dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm
3.5
agregat ringan
agregat yang dalam
keadaan kering dan gembur mempunyai berat isi sebesar 1 100 kg/m3
atau kurang
3.6
angkur
suatu alat yang
digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen struktur beton dalam
sistem pasca tarik atau suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon
selama proses pengerasan beton dalam sistem pratarik
3.7
bahan tambahan
suatu bahan berupa
bubukan atau cairan, yang ditambahkan ke dalam campuran beton selama pengadukan
dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya
3.8
beban hidup
semua beban yang
terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk beban-beban pada
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/atau beban
akibat air hujan pada atap
3.9
beban kerja
beban rencana yang
digunakan untuk merencanakan komponen struktur
3.10
beban mati
berat semua bagian
dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan,
finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut
3.11
beban terfaktor
beban kerja yang
telah dikalikan dengan faktor beban yang sesuai
3.12
beton
campuran antara
semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan
air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat
3.13
beton bertulang
beton yang
ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum,
yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang
bekerja
3.14
beton-normal
beton yang
mempunyai berat satuan 2 200 kg/m3 sampai 2 500 kg/m3 dan
dibuat menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah
3.15
beton polos
beton tanpa
tulangan atau mempunyai tulangan tetapi kurang dari ketentuan minimum
3.16
beton pracetak
elemen atau
komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu sebelum
dirakit menjadi bangunan
3.17
beton prategang
beton bertulang
yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik
potensial dalam beton akibat beban kerja
3.18
beton ringan
beton yang
mengandung agregat ringan dan mempunyai berat satuan tidak lebih dari 1 900
kg/m3
3.19
beton ringan-pasir
beton ringan yang
semua agregat halusnya merupakan pasir berat normal
3.20
beton ringan-total
beton ringan yang
agregat halusnya bukan merupakan pasir alami
3.21
dinding geser
komponen struktur
yang berfungsi untuk meningkatkan kekakuan struktur dan menahan gaya-gaya
lateral
3.22
friksi kelengkungan
friksi yang
diakibatkan oleh bengkokan atau lengkungan di dalam profil tendon prategang
yang disyaratkan
3.23
friksi wobble
friksi yang
disebabkan oleh adanya penyimpangan yang tidak disengaja pada penempatan
selongsong prategang dari kedudukan yang seharusnya
3.24
gaya jacking
gaya sementara
yang ditimbulkan oleh alat yang mengakibatkan terjadinya tarik pada tendon
dalam beton prategang
3.25
kolom
komponen struktur
dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi 3 yang digunakan
terutama untuk mendukung beban aksial tekan
3.26
kolom pedestal
komponen struktur
tekan tegak yang mempunyai rasio tinggi bebas terhadap dimensi lateral terkecil
rata-rata kurang dari 3
3.27
komponen struktur lentur beton komposit
komponen struktur
lentur beton yang dibuat secara pracetak dan/atau yang dicor di tempat, yang
masing-masing bagian komponennya dibuat secara terpisah, tetapi saling
dihubungkan sedemikian hingga semua bagian komponen bereaksi terhadap beban
kerja sebagai suatu kesatuan
3.28
kuat nominal
kekuatan suatu
komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi
metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang
sesuai
3.29
kuat perlu
kekuatan suatu
komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor
atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu
kombinasi seperti yang ditetapkan dalam tata cara ini
3.30
kuat rencana
kuat nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi
kekuatan f
3.31
kuat tarik belah fct
kuat tarik beton
yang ditentukan berdasarkan kuat tekan-belah silinder beton yang ditekan pada
sisi panjangnya
3.32
kuat tarik leleh
kuat tarik leleh
minimum yang disyaratkan atau titik leleh dari tulangan dalam MPa
3.33
kuat tekan beton yang disyaratkan ()
kuat tekan beton
yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder diameter
150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton,
dinyatakan dalam satuan MPa. Bila nilai di dalam tanda akar, maka hanya nilai numerik dalam
tanda akar saja yang dipakai, dan hasilnya tetap mempunyai satuan MPa
3.34
modulus elastisitas
rasio tegangan
normal tarik atau tekan terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut.
Nilai rasio ini berlaku untuk tegangan di bawah batas proporsional material.
Lihat 10.5.
3.35
panjang penanaman
panjang tulangan
tertanam yang tersedia dari suatu tulangan diukur dari suatu penampang kritis
3.36
panjang penyaluran
panjang tulangan
tertanam yang diperlukan untuk mengembangkan kuat rencana tulangan pada suatu
penampang kritis
3.37
pasca tarik
cara pemberian
tarikan, dalam sistem prategang dimana tendon ditarik sesudah beton mengeras
3.38
perangkat angkur
perangkat yang
digunakan pada sistem prategang pasca tarik untuk menyalurkan gaya pasca tarik
dari tendon ke beton
3.39
perangkat angkur strand
tunggal
perangkat angkur
yang digunakan untuk strand tunggal
atau batang tunggal berdiameter 16 mm atau kurang yang memenuhi 20.21(1) dan
ketentuan-ketentuan lain yang berlaku
3.40
perangkat angkur strand
majemuk
perangkat angkur
yang digunakan untuk strand, batang
atau kawat majemuk, atau batang tunggal berdiameter lebih besar daripada 16 mm,
yang memenuhi 20.21(1) dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku
3.41
pratarik
pemberian gaya
prategang dengan menarik tendon sebelum beton dicor
3.42
prategang efektif
tegangan yang
masih bekerja pada tendon setelah semua kehilangan tegangan terjadi, di luar
pengaruh beban mati dan beban tambahan
3.43
sengkang
tulangan yang
digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam suatu komponen struktur,
terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jaring kawat baja las polos atau
ulir, berbentuk kaki tunggal atau dibengkokkan dalam bentuk L, U atau persegi dan dipasang tegak lurus
atau membentuk sudut, terhadap tulangan longitudinal, dipakai pada komponen
struktur lentur balok
3.44
sengkang ikat
sengkang tertutup
penuh yang dipakai pada komponen struktur tekan, kolom
3.45
tegangan
intensitas gaya
per satuan luas
3.46
tendon
elemen baja
misalnya kawat baja, kabel batang, kawat untai atau suatu bundel dari
elemen-elemen tersebut, yang digunakan untuk memberi gaya prategang pada beton
3.47
tendon dengan lekatan
tendon prategang
yang direkatkan pada beton baik secara langsung ataupun dengan cara grouting
3.48
tinggi efektif penampang (d)
jarak yang diukur
dari serat tekan terluar hingga titik berat tulangan tarik
3.49
transfer
proses penyaluran
tegangan dalam tendon prategang dari jack
atau perangkat angkur pasca tarik kepada komponen struktur beton
3.50
tulangan
batang baja
berbentuk polos atau berbentuk ulir atau berbentuk pipa yang berfungsi untuk
menahan gaya tarik pada komponen struktur beton, tidak termasuk tendon
prategang, kecuali bila secara khusus diikut sertakan
3.51
tulangan polos
batang baja yang
permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip dan tidak berukir
3.52
tulangan ulir
batang baja yang
permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi bersirip
atau berukir
3.53
tulangan spiral
tulangan yang
dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir lingkar silindris
3.54
zona angkur
bagian komponen
struktur prategang pasca tarik dimana gaya prategang terpusat disalurkan ke
beton dan disebarkan secara lebih merata ke seluruh bagian penampang. Panjang
daerah zona angkur ini adalah sama dengan dimensi terbesar penampang. Untuk
perangkat angkur tengah, zona angkur mencakup daerah terganggu di depan dan di
belakang perangkat angkur tersebut
4 Persyaratan-persyaratan
Dalam perencanaan struktur beton bertulang harus dipenuhi
syarat-syarat berikut:
1)
Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara
mekanika teknik yang baku.
2)
Analisis dengan komputer, harus disertai dengan
penjelasan mengenai prinsip cara kerja program, data masukan serta penjelasan
mengenai data keluaran.
3)
Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk
menunjang analisis teoritis.
4)
Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model
matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari
segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya.
5) Bila cara
perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti persyaratan
sebagai berikut:
(1)
Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup
aman dengan bantuan perhitungan dan/atau percobaan.
(2)
Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul
oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan.
(3) Perhitungan
dan/atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjuk oleh pengawas
bangunan yang berwenang, yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang
menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan
ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama
dengan tata cara ini.
Nama penanggung jawab hasil perhitungan harus ditulis dan dibubuhi
tanda tangan serta tanggal yang jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar