Di Indonesia, campuran beraspal panas untuk perkerasan
lentur
di rancang menggunakan metode Marshall. Pada perencanaan Marshall tersebut menetapkan untuk kondisi lalulintas berat pemadatan benda uji sebanyak 2x75 tumbukan
dengan batas
rongga
campuran
antara
3,5-5,5%. Hasil pengujian pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian
parameter kontrol di
lapangan
seringkali tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan
dalam spesifikasi. Selain itu rongga dalam campuran setelah dilalui lalu lintas dalam beberapa tahun
mencapai
kurang dari 1% yang memungkinkan terjadinya
perubahan bentuk plastis.
Kondisi ini sulit untuk menjamin
campuran yang
tahan terhadap
kerusakan
berbentuk
alur plastis, sehingga
kinerja perkerasan jalan tidak tercapai.
Metode Marshall konvensional yang mengunakan 2x75 tumbukan belum cukup
untuk menjamin kinerja campuran beraspal yang digunakan untuk lalu lintas berat dan padat dengan suhu tinggi. Keterbatasan metode Marshall adalah ketergantungannya terhadap kepadatan yang
baik
setelah dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang disyaratkan. Oleh karena itu untuk kondisi seperti tersebut di atas maka metode Marshall dengan 2 x 75 tumbukan sudah tidak sesuai lagi.
Pada
dasarnya metode Marshall masih dapat
digunakan sebagai
dasar untuk
perencanaan secara volumetrik.
Tetapi untuk menambah kesempurnaan
dalam
prosedur perencanaan campuran maka di tentukan pengujian tambahan, yaitu: pemadatan
ultimit pada
benda
uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal density). Sedangkan untuk mengendalikan kepadatan maka diperkenalkan kriteria kadar rongga minimum dan maksimum dalam persyaratan campuran, terutama untuk campuran beraspal panas sebagai lapis
permukaan jalan. Rongga dalam campuran dirancang dapat dicapai tidak kurang dari 3,5% untuk lalu lintas berat. Pemadatan contoh uji harus dilakukan dengan jumlah
tumbukan yang berlebih sebagai simulasi
adanya pemadatan oleh
lalu
lintas, sampai
benda
uji
tidak bertambah padat lagi. Kepadatan
yang mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya pemadatan oleh lalu lintas
setelah beberapa tahun
umur
rencana,
lapis permukaan tidak akan
mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation). Bila pengujian ini diterapkan maka kinerja perkerasan jalan beraspal yang dicampur secara panas akan meningkat.
Sejak tahun 1995 Bina Marga telah menyempurnakan konsep spesifikasi campuran beraspal panas bersama-sama dengan Puslitbang Jalan.
Dalam Spesifikasi baru diperkenalkan perencanaan
campuran beraspal
panas dengan pendekatan kepadatan
mutlak.
Kepadatan
mutlak adalah
massa per
satuan
volume termasuk rongga contoh uji yang dipadatkan sampai mencapai tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga
campuran tersebut praktis tidak
dapat menjadi lebih padat lagi. Hal tersebut sesuai dengan metode pengujian
yang ditentukan dalam
dalam “Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal
Panas
Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak”(Depkimbangwil 1999).
Pada tahun 1999, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah Telah mengeluarkan SK.No.76/KPTS/Db/1999 tentang Pedoman Teknik yang berjudul
"Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan
Mutlak"
yang
kemudian diikuti
dengan dikeluarkannya
Spesifikasi Baru
Beton Aspal Campuran
Panas pada tahun 2001.
Semua
Campuran
dirancang dalam spesifikasi tersebut untuk menjamin bahwa asumsi rancangan
yang berkenaan dengan
kadar
aspal yang
cocok, rongga udara,
stabilitas, kelenturan dan keawetan ketebalan terpenuhi. Beberapa Jenis Campuran Aspal dalam spesifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Latasir (Sand Sheet) Kelas A dan B
Campuran-campuran ini
ditujukan
untuk jalan
dengan lalu
lintas ringan, khususnya
pada daerah
di mana agregat
kasar sulit
diperoleh. Pemilihan
kelas
A atau
B
terutama
tergantung pada
gradasi
pasir yang digunakan.
Campuran latasir biasanya memerlukan penambahan filler agar memenuhi
kebutuhan sifat-sifat
yang disyaratkan. Campuran ini mempunyai ketahanan yang rendah terhadap alur (rutting), oleh sebab itu tidak boleh digunakan dengan lapisan yang
tebal, pada jalan
dengan lalu
lintas
berat dan pada daerah tanjakan.
b.
Lataston (HRS)
Lataston (Hot Roller Sheet)
mempunyai persyaratan kekakuan yang sama
dengan tipikal yang disyaratkan untuk aspal beton konvensional (AC) yang bergradasi menerus. Lataston
terdiri dari
dua
macam campuran,
yaitu
: Lataston
Lapis Pondasi (HRS-Base) dan Lataston Lapis Permukaan (HRS- Wearing Course) dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm.
c.
Laston (AC)
Laston (Lapis Aspal Beton) lebih peka terhadap
variasi kadar aspal maupun
variasi gradasi agregat daripada Lataston (HRS). Aspal Beton (AC) terdiri dari tiga macam campuran, yaitu : Laston Lapis Aus 2 (AC-WC), Laston Lapis Aus
1 (AC-BC) dan Laston
Lapis Pondasi
(AC-Base)
dan
ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm dan
37,5 mm.
Dalam upaya meningkatkan kekuatan struktur perkerasan jalan di samping perlu adanya
penggunaan campuran
beraspal panas
dengan spesifikasi baru, pemilihan jenis material
yang digunakan adalah sangat penting. Selain aspal,
agregat kasar dan agregat
halus, filler
adalah salah
satu komponen
dalam campuran yang mempunyai peranan
besar. Prosentase
yang
kecil pada
filler terhadap
campuran bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat- sifat Marshall yang juga merupakan kinerja campuran terhadap beban lalulintas.
Bahan pengisi pada campuran
yang sering digunakan
pada proses pembuatan
aspal di
AMP
(Asphalt Mixing
Plant) adalah
abu
batu.
Semen portland adalah salah satu material yang digunakan untuk berbagai konstruksi
bangunan memberikan peluang alternatif sebagai material penyusun campuran aspal. Material tersebut
adalah bahan non
plastis
yang telah
disetujui oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sebagai filler pada campuran
beraspal panas. Ada kemungkinan
persyaratan spesifikasi pada material tersebut
dapat
terpenuhi. Selain
itu keberadaan semen portland
banyak dijumpai
di banyak tempat
penjualan material,
sehingga mudah untuk mendapatkannya dibandingkan material yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar